dua porsi.
bagaimana perasaanmu jika.. di hadapkan dengan calon mertua yang sangat kau takuti itu? terlebih lagi, beliau sangat tidak menyukaimu. pasti sudah berpikiran yang tidak-tidak, bukan?
itulah yang jihoon rasakan saat ini.
lelaki mungil itu tengah duduk termangu di kursi penumpang, pandangannya kosong ke depan. entah melihat apa, yang jelas, nyawanya seperti tidak ada pada tubuhnya saat ini.
“jiwu sayang..”
soonyoung yang duduk di kursi kemudi itu menolehkan kepalanya ke arah jihoon. mengelus pelan surai hitam lelaki itu, “kalo kamu nggak mau ketemu bunda, gapapa kok. kita pulang aja, ya?”
tawaran yang soonyoung berikan tersebut langsung menarik perhatian jihoon. lelaki mungil itu ikut menolehkan kepalanya dengan mata berbinar, “... boleh?” tanya nya dengan ragu-ragu.
yang ditanyai itu langsung menganggukkan kepalanya, “um! boleh, jiwu.. aku nggak mau maksa kalo emang kamu belum siap ketemu bunda lagi.” ucapnya sembari menatap kedua mata jihoon.
sebenarnya, saat ini mereka sudah berada di depan rumah soonyoung—yang dimana sudah ada bunda dari lelaki sipit itu di dalam. mobilnya sudah terparkir rapih, tetapi belum sampai ke lahan parkir rumahnya. mereka masih berada di luar pagar yang jaraknya masih lumayan jauh.
karena tidak lagi mendengar jawaban dari sang kekasih, soonyoung mengira lelaki itu memang belum siap untuk bertemu bunda. maka dari itu, ia memutuskan untuk memundurkan mobilnya, “kakak, tunggu! jangan ... jangan pergi dari sini dulu.” ujar jihoon seraya menahan tangannya.
soonyoung tersenyum simpul. ia senang melihat jihoon memikirkan pilihannya dengan matang. pun, ia senang pada bahwasanya bertemu dengan bunda juga salah satu dari pilihan itu.
walau sebenarnya, soonyoung merasa ragu untuk mempertemukan mereka berdua kembali. namun, soonyoung juga tidak tega untuk menolak permintaan sang bunda. terlebih lagi, wanita itu mengatakan akan memasak untuk mereka.
bunda adalah tipe ibu yang jarak memasak. bukan karena ia tidak bisa, tetapi karena kesibukannya yang luar biasa itu membuatnya jarang memasak di rumah. jadi, ketika wanita itu memutuskan untuk memasak, soonyoung tidak bisa menolaknya. pun, ia merasa rindu dengan masakan bunda.
“udah mikirin dengan matang, sayang?” tangan soonyoung pindah menuju pipi lelaki mungil itu, mengelusnya dengan perlahan, “mumpung bunda belum telfon aku, kita bisa pergi dari sini sekarang kalo kamu mau” ujarnya lagi.
jihoon mengangkat wajahnya, menatap soonyoung sembari mengigit bibirnya, “jangan digigit. nanti luka, jiwu.” tukasnya.
lelaki mungil itu pun menghela nafas beratnya. mengalihkan pandangan dengan menatap ke luar jendela, “jiwu, gapapa kalo kamu gamau.. aku gak akan maksa lagi buat ketemu bunda.”
“kak.”
“hm? mau balik? ayo”
“ayo masuk”
di sinilah mereka berada. ruang tamu minimalis yang menjadi tempat kesukaan bunda soonyoung.
jihoon memejamkan matanya sedari tadi. bahkan, sebelum masuk ke dalam ia terus menundukkan kepalanya—takut bertemu dengan bunda. untung saja tadi yang membukakan adalah pembantunya, bukan bunda.
kurang lebih sepuluh menit lamanya, mereka berdua masih berada di ruang tamu. sama sekali belum bertemu bunda, entah kemana wanita itu pergi, soonyoung pun tak tahu.
“jangan takut, ada aku.” bisikan tersebut memasuki pendengaran jihoon. lelaki mungil itu menolehkan kepalanya, mendapati soonyoung yang tengah tersenyum melihat ke arahnya, serta tangan yang terus menerus menggenggam tangan jihoon.
jihoon pun ikut tersenyum, mengeratkan genggaman keduanya, “i know.”
“lho, kalian sudah sampai?” dengan sekejap, jihoon langsung menghempaskan tangan soonyoung. membuat lelaki sipit itu terkejut seketika. 'kenapa?' tanya soonyoung dengan isyarat matanya. namun, jihoon tidak berani untuk menjawab.
melihat itu, soonyoung pun tersenyum kecut dan beranjak dari duduknya. berjalan menuju ruang makan, meninggalkan jihoon di sana. “ji ... jihoon? a-ayo kita makan bareng.” ujar bunda soonyoung, lalu ikut meninggalkannya di sana.
“bunda.. masak ini. kamu suka kan,”
“... jihoon?”
jihoon yang sedari tadi memainkan jarinya di bawah meja pun langsung mendongak, terperangah dengan apa yang baru saja ia dengar. pun, sama dengan soonyoung. lelaki itu ikut menatap wanita yang masih sibuk menata piring.
“bun?”
kwon aeri—bunda soonyoung—langsung menghentikan pergerakannya. wanita itu tersenyum kecil, sebelum akhirnya memberanikan diri untuk menatap anak tunggalnya itu, “bunda masak sup kimchi jiggae, kesukaan kamu sama jihoon, kan?”
satu tetes.
dua tetes.
air mata tersebut berhasil lolos dari kedua mata jihoon. membuat bunda yang melihat itu langsung terperanjat dan dengan sigap memberinya tisu serta menuangkan segelas air putih. “maaf, ya nak jihoon.. maafin bunda..”
bukan main. tangisan lelaki mungil itu semakin deras sekarang, “iya bunda.. jihoon juga minta maaf..” lirih jihoon dalam tangisannya
soonyoung yang melihat itu hanya termangu, terlebih lagi ketika melihat sang bunda mendekati jihoon lalu memeluk kekasihnya itu. sungguh, seperti melihat tujuh keajaiban dunia di depan mata.
jihoon pun juga sama. lelaki mungil itu sama sekali tidak membayangkan akan mendapat perlakuan seperti ini. ia kira, ia akan kembali diusir seperti sebelumnya. atau pun, dipermalukan namun kali ini di hadapan soonyoung.
namun, yang terjadi justru jauh dari apa yang ia bayangkan. sangat jauh. entahlah, jihoon terlalu bahagia saat ini. karena akhirnya, ia berhasil memenangkan hati bunda.
“bunda ... jihoon ...”
namun, ucapannya sama sekali tidak digubris. dua orang yang sangat ia sayangi itu masih sibuk untuk menenangkan masing-masing. bunda yang mengusap air mata jihoon dan juga jihoon—yang berani menatap wanita itu lalu memeluknya dengan erat.
tidak ada yang bisa menjabarkan betapa bahagianya ia saat ini. sungguh, soonyoung masih memproses semua hal yang sedang terjadi saat ini. terlalu tiba-tiba dan.. terlalu luar biasa untuk menjadi nyata.
“udah nangisnya ya, nak jihoon? sekarang kita makan dulu..” ujar aeri setelah melepaskan pelukan keduanya, lalu wanita itu berdiri untuk menuangkan nasi pada mangkuk jihoon. setelah itu, ia mengusap pipi jihoon yang masih terdapat air mata.
dan jihoon,
masih duduk di sana. menatap mangkuknya yang sudah berisi nasi dengan tidak percaya. yang lagi-lagi menurunkan air mata dari kelopak matanya.
aeri terkekeh, “pacarmu ini cengeng sekali, soonyoung..” ujarnya dengan meledek.
mendengar itu, jihoon kembali menangis. entah mengapa ia tidak bisa menghentikan tangisannya. namun, kali ini tidak ada tangisan karena sakit hati akibat perkataan bunda. hanyalah tangisan bahagia yang ia keluarkan.
“iya, pacar soonyoung emang agak cengeng, bunda.” soonyoung mengatakannya dengan berbangga diri, memegang tangannya erat yang masih berada di atas memegang semangkuk nasi.
ibu dan anak itu pun saling tersenyum antar satu sama lain, dalam tatapannya pula, berisi kalimat terima kasih yang sangat amat soonyoung katakan dari hati terdalamnya. dan bunda, membalas terima kasihnya dengan anggukan kecil.
“oh iya, bunda,”
aeri berdeham, “hm? kenapa, nak? nggak enak makanannya?”
soonyoung menggeleng, lalu menunjuk ke mangkuk jihoon, “porsi segitu mah jihoon kuraaang.. dia kalo makan nasi ya, bunda, harus dua mangkuk! jangan salah, badan kecil gini makannya mah gedee hahaha”
mendengar itu, jihoon hanya bisa menunduk malu. aeri dan soonyoung pun kembali tertawa melihatnya, “maaf ya, nak jihoon.. besok-besok bunda bakal kasih kamu dua mangkuk langsung deh!” ucapnya sembari mengambil mangkuk dan menuangkan nasi untuk jihoon.
lelaki mungil itu mengangguk, lalu menatap soonyoung yang tengah tersenyum ke arahnya, “iya, bunda. jihoon tunggu nasi dua porsinya!”