Bukan Tipenya

mobil dan motor berlalu lalang, suaranya sangatlah bising. padahal untuk waktu yang sudah lumayan larut, tidak seharusnya masih seramai ini. uyon berdiri di sana, di depan minimarket—menunggu aji menyelesaikan belanjaan nya.

tadi, aji mengatakan kalau bahan masak dan keperluan yang lainnya sudah habis. maka dari itu ia menemaninya sebentar. namun, sudah tiga puluh menit berlalu aji tidak kunjung menampakkan batang hidungnya. haruskah ia menghampiri lelaki mungil itu?

sebenarnya, ia masih sedikit takut untuk berbicara atau berinteraksi dengan tetangga barunya itu. wajah aji adalah tipe yang menggemaskan sekaligus mengintimidasi di waktu bersamaan. bahasa lainnya, kurang ramah.

gusar, uyon memutuskan untuk masuk dan mencari aji di dalam. dari lorong alat mandi, snack, dan juga bagian kosmetik—ia tidak menemukkan aji. lantas, kemana lelaki itu pergi? tidak mungkin kan kalau aji merasa risih dengannya dan memilih pergi tanpa dirinya? dan juga tanpa mengabari.

baru saja ia ingin kembali ke mobil, uyon melihat sesosok lelaki mungil menggunakan hoodie yang sama persis aji gunakan tadi. wajahnya tidak terlihat, tetapi bisa dipastikan kalau orang itu adalah aji.

berjongkok, di depan rak susu, berpaut bibir pula. bagaimana uyon harus menghadapi lelaki mungil ini? dari dulu sampai sekarang, hal pertama yang menjadi kesukaannya adalah hal-hal lucu, dan aji termasuk di dalam list-nya sekarang.

sebuah tepukan di bahu aji dapatkan, pelakunya tentu saja uyon. terlihat sangat lega dengan senyum kecil yang menghiasi wajahnya. “aku kira kamu pulang duluan” ujarnya. aji hanya merespon dengan gelengan kepala, masih memilih susu. bahkan, sekarang kebingungannya bertambah karena melihat yoghurt.

“merek frisin flag* aja, aku minum yang itu.” tambahnya lagi.

pandangan aji teralihkan, menengadah menatap uyon yang berdiri di sampingnya. “yakin? emang ultr milk* kenapa?” penasaran, karena sebenarnya selama ini ia selalu meminum merek yang ia sebutkan tadi.

alasan aji bingung memilih susu adalah dikarenakan ada promo hari ini, merek frisin flag* dua ribu lebih murah dibandingkan merek susu lainnya. mungkin itulah alasan mengapa ia terlambat sepuluh menit untuk menyelesaikan belanjanya. “soalnya lebih murah, hehe.” tawanya sangat renyah, sopan sekali memasuki indra pendengaran aji.

lelaki mungil itu berdeham, lalu memutuskan untuk membeli pilihan uyon tadi. “yuk, gue udah selesai.” ajaknya sembari menarik pelan kaos yang digunakan oleh uyon.

lagi-lagi, uyon tertawa. “heh, emang aku anak anjing kamu seret gini? hahaha” entah harus malu atau terpesona, aji terpaku di tempatnya.

sungguh, mengapa suara tawa milih uyon bisa membuatnya jatuh cinta sebegitu hebatnya? walaupun mungkin terlalu cepat untuk mengatakan perihal cinta. namun, entah mengapa seperti itu lah yang aji rasakan.

lagi-lagi aji berdeham, lalu melanjutkan langkahnya menuju kasir. “lo ga beli apa-apa?” uyon hanya menjawab dengan gelengan kecil, lalu mengambil alih keranjang belanja milik aji. “kamu beli ini aja kah? udah semua ini?” tanyanya.

“iya, itu aja.” kata aji. sekarang, sudah giliran aji untuk membayar. namun entah kenapa, ia merasa ada yang janggal. dompet. aji baru saja ingat, bahwa dompetnya itu tertinggal di meja kantornya. sial sekali bukan, sekarang dengan apa ia harus membayar semua ini? daun?

uyon menyikut pelan lengan aji. “kenapa?” tanyanya penasaran. yang ditanya hanya tertawa canggung, lalu berbisik kepada uyon. “gue … ga bawa dompet.”


“HAHAHAHAHAHAHAHA” jangan tanya siapa yang tertawa saat ini, pelakunya tentu saja uyon. lelaki itu tengah memegangi perutnya, merasa sangat geli dengan kejadian barusan. sangat lucu, pikirnya.

aji hanya merenggut kesal, bersedekap dada sembari memegangi tas belanjanya. “bisa diem gak..” bukannya diam, lelaki sipit itu justru tertawa makin kencang. karena sungguh, wajah aji yang panik tadi sangatlah lucu dan menggemaskan bagi uyon.

pipinya merah, bibirnya ia gigit ke dalam, lalu berbisik kepadanya bahwa dompet miliknya tertinggal di kantor. uyon sangat bersyukur, dapat menyaksikan fenomena lucu aji dari sedekat itu. “kamu tuh lucu lho? hahaha” aji sudah tidak bisa berkata-kata lagi, memutuskan untuk mengalihkan pandangan dan menatap ke luar jendela. malu.

setelah puas tertawa, uyon menyeka ujung matanya, lalu menghela nafas. “huft, dah puas aku sekarang. makasih ya, hiburan malamnya? hahaha” ternyata lelaki sipit itu masih saja tertawa, menyebalkan.

“kamu mau makan dimana, ji?” tanya uyon sembari sesekali melihat ke arah aji. hening, lelaki itu tidak menjawab. “aji..?” masih tidak ada jawaban, uyon memutuskan untuk meminggirkan mobilnya, berencana untuk mengecek kondisi lelaki mungil itu.

ah, dia tidur.. batin uyon.

uyon jadi merasa bersalah, sedari tadi ia menertawakan lelaki itu di kondisinya yang sangat lelah. payah. untung saja di bangku belakang ada jaket miliknya yang memang sengaja ia taruh di mobil. perlahan, uyon menyelimuti lelaki mungil itu, lalu mengecilkan suhu ac agar tidak terlalu dingin.

malam itu, tidak ada lagi suara nella kharisma yang menemani perjalanannya. hening, bukan tipe uyon sekali. apalagi jika macetnya perjalanan seperti saat ini, sudah dipastikan lelaki sipit itu akan memutar lagu-lagu milik mba nella. namun, entah mengapa insting-nya meminta untuk tidak melakukan itu.

seperti ada yang memaksanya untuk tetap tenang, agar tidurnya aji saat ini tidak terganggu. bahkan ia mengeluarkan kaset nella kharisma, lalu menggantinya dengan spotify dan mencari sleep playlist yang memutar lagu menenangkan. sekali lagi, bukan tipe uyon sekali.