Dari Sisi Soonyoung
“halo?”
“jul, bisa samperin gue ga?”
“hah? lo kenapa kok suaranya gitu? abis nangis? lo kenapaaa anjritt”
“jul,”
“ya?”
“gue putus”
“...”
kini soonyoung dan juli sedang berada di taman, entah di daerah mana — soonyoung tidak tahu. motornya membawa dirinya untuk sampai ke sini dan terjadi begitu saja.
namun, satu hal yang ia ingat mengenai taman ini adalah tempat yang sering jihoon dan soonyoung kunjungi, dulu. biasanya mereka melakukan piknik di sana, walaupun hanya melihat matahari terbenam bersama.
“mata lo bengkak banget dah, serem.” ujar juli memecah keheningan sore itu.
tawa miris diiringi isak tangis keluar dari diri soonyoung. “gue bego banget, jul. gue orang terbego dan pacar terburuk yang pernah ada” ujarnya.
jujur, juli belum tahu sepenuhnya mengenai akar masalah mengapa mereka berdua putus. maklum, ia baru saja balik dari pertukaran pelajar yang dijalaninya.
“bisa ceritain ke gue ini masalahnya apa? gue bener-bener gatau lo sama jio kenapa..”
“jadi gini ... ”
juli terdiam, sedikit takjub dengan kebodohan dan kesalahan yang soonyoung lakukan terhadap jihoon. “ternyata lo lebih bego dari gue ya.” tandasnya.
soonyoung kembali menangis yang membuatnya berdecak pelan. “terus udah minta maaf?”
“udah, tapi ya gitu..”
juli mengernyit. “gitu gimana?”
soonyoung mengulum bibirnya, sedikit ragu untuk memberitahu juli. karena kemungkinan respon yang akan ia dapatkan adalah sebuah cacian dan cubitan. “a-anu .. itu loh, ya begitu ..”
“ona anu ona anu, anu lo sini gue potong mau?” ancamnya pada soonyoung
lelaki sipit itu mau tidak mau menceritakannya pada juli, detail tanpa terlewatkan sedikit pun.
“betul, lo bego.” ujar juli seraya mengangguk-anggukan kepalanya.
lagi dan lagi, soonyoung mempautkan bibirnya. sedikit merasa sia-sia menceritakan hal ini kepada juli, karena sedari tadi yang ia dapatkan hanyalah juli yang membenarkan perkataannya bahwa ia bodoh.
“gue tau lo friendly, orangnya gak enakan. tapi masa iya lo ngebantu hao buat jadi pacar boongannya selama sebulan dan lo ga bilang ke jihoon?”
juli menghela nafas. “lo tuh bego. hubungan itu butuh komunikasi, alenova.” tambahnya.
dulu, yang mengalami hal seperti ini adalah dirinya sendiri dan juga chan — pacarnya. mereka yang memiliki komunikasi nol persen membuat hubungan mereka hampir tidak bisa diselamatkan lagi.
karena bagaimanapun, komunikasi dan juga kepercayaan merupakan hal yang sangat penting di dalam sebuah hubungan. tanpa kedua itu, entah apa jadinya. sama seperti hubungan soonyoung dan jihoon saat ini.
sudah pula di ambang kehancuran, sama-sama keras kepala, tidak adanya kepercayaan serta komunikasi yang tepat pula. hampir tidak bisa diselamatkan, menurut juli.
“kalo gue bilang, udah seharusnya lo putus—marah ga?” tanya juli
tidak ada jawaban, soonyoung memilih untuk menyembunyikan wajahnya. kembali menangis, entah sampai kapan. “nangis lagi..” lirih juli.
“kalian itu ... terlalu saling menyakiti, sebenernya,-”
juli menolehkan wajahnya menghadap soonyoung. “-, kok bisa hubungan lo tahan selama enam tahun ini?” tanyanya
kalau jawaban yang ia dapatkan berupa terlalu sayang, mungkin itu adalah jawaban yang paling bodoh dan memuakkan. mereka sama-sama tahu, setiap kali bertengkar tidak akan ada yang mau mengalah. keduanya keras kepala.
akhirnya? entah juli yang akan ditelfon tiba-tiba seperti ini atau dika yang menggantikannya selama ia tidak ada.
hubungan soonyoung dan jihoon terlihat sangatlah manis bagi orang-orang yang tidak mengenal mereka, tapi bagi juli dan dika hal itu tidaklah sama. mereka tahu semuanya.
namun, hal yang tidak pernah juli bayangkan adalah jihoon yang pertama kali mengucapkan kata perpisahan. orang yang tidak kenal lelah akan soonyoung, orang yang rela mempertaruhkan semuanya untuk mendapatkan soonyoung—itu adalah jihoon.
walaupun kalau ia boleh jujur, soonyoung pantas mendapatkan itu. ditambah pula, hubungan mereka sudah tidak lagi sehat. terlalu banyak hal yang bisa membuat mereka bertengkar tiap harinya.
“kalian berdua itu, harus punya waktu sendiri-sendiri dulu. sembuhin diri dari hal toxic yang bakal buat hubungan lo jadi ga sehat,-”
juli mengusap pundak soonyoung. “-, gausah lama-lama. seminggu mungkin cukup.” ujarnya
masih tidak ada jawaban, tetapi soonyoung sudah tidak menangis. lelaki itu hanya menatap jauh ke depan, entah melihat apa, entah memikirkan apa. namun, dari matanya sudah terlihat bahwa ia tidak baik-baik saja.
sebenarnya, tidak pernah ada di benak soonyoung kalau suatu saat nanti ia akan tidak lagi di sisi jihoon. kalau suatu saat nanti, mereka berdua akan saling menyakiti. tidak pernah.
satu yang pasti selalu di benaknya adalah, mereka akan tetap bersama. karena hampir seluruh hidupnya telah ia habiskan bersama si kecil satu itu. tidak satu tahun pun ia lewatkan tapi tidak ada jihoon di dalamnya.
soonyoung tidak ingin membayangkan, kalau nantinya jihoon akan lebih bahagia tanpa dirinya. tidak ingin, tidak mampu. memikirkannya saja membuatnya ingin menangis lagi.
“nangis aja gapapaa, nanti habis ini lo harus lebih kuat. gue yakin kok, kalian bakal baik-baik aja. cuman butuh waktu buat sendiri-sendiri. lo percaya kan sama gue?” tanya juli yang langsung diberi respon berupa anggukan.
juli tersenyum, setidaknya soonyoung sudah mau menjawab pertanyaannya. tidak lagi seperti orang linglung yang kehilangan separuh jiwanya. walaupun mungkin memang benar begitu adanya.
biasanya di kondisi seperti ini, juli akan menganggap soonyoung terlalu lebay dan alay. lihatlah laki-laki satu ini, mereka hanya putus tapi seperti soonyoung sudah cerai sepuluh kali dan ditinggal mati. tapi sepertinya untuk kali ini, ia akan berperan sebagai sahabat yang baik.
“lo sayang kan, sama jihoon?”
“sayang.”
“kalau gitu, kasih dia waktu. dengan lo ngasih dia waktu, siapa tau dia berubah pikiran? semua orang tau kok, jihoon suka buat keputusan seenaknya kalo lagi marah.”
soonyoung diam-diam membenarkan, memang benar adanya kalau jihoon selalu seperti itu. “tapi lo juga harus intropeksi diri. kalian sama-sama salah.” ujar juli menambahkan.
soonyoung tersenyum masam, lalu bangkit dari duduknya. “gue pulang ya, jul. makasih udah nemenin dan dengerin gue.” ujar soonyoung yang langsung diberi anggukan oleh juli.
motor milik soonyoung pun pergi dari taman itu, meninggalkan juli yang masih terpaku ketika sadar ia ditinggalkan. “ANJINGG ALENOVA BANGSAAT LO YANG BAWA GUE KE SINI TAPI GUENYA DITINGGALL!”
panik? tentu saja. ia sama sekali tidak tahu taman inu berada di mana, mau tidak mau ia harus meminta chan untuk menjemputnya.
sungguh menyebalkan, padahal ia berniat untuk memberi kejutan untuk chan—kalau ia sudah pulang. tapi sialnya soonyoung menghancurkan rencananya. alenova, terkutuklah kamu bangsat.
“sayang? halo chan, bisa jemput aku ga? hehe.”