Dirta, Si Anak Penuh Kasih Sayang.
tw // child abuse
suasana ruang tamu saat ini begitu hening, baik jihoon maupun dirta tidak ada yang berani memulai percakapan. dirta—yang lebih muda—memasang wajah kesal bercampur sedih. atau lebih tepatnya kecewa.
bagaimana tidak? semua orang pun akan kecewa jika ternyata orang yang sangat kamu sayangi—membohongimu. walau dirta tahu, bahwa abangnya melakukan itu karena merupakan hal yang terbaik untuk mereka berdua. tetapi tetap saja bukan, ia berhak untuk sedikit marah dan kecewa kepada abangnya satu itu.
“abang minta maaf.”
itu jihoon. lelaki mungil satu itu memberanikan dirinya untuk meminta maaf, karena ia sangat tahu bahwa hal tersebut tidak sepatutnya untuk disembunyikan. terlebih lagi, dirta sudah bukanlah anak kecil. ia mempunyai hak untuk mengetahui hal-hal tersebut, ia sudah cukup besar untuk menerima fakta menyakitkan itu.
jihoon menundukkan kepalanya, berusaha menahan tangis yang sedari tadi minta dikeluarkan. “abang cuma … gamau kamu tau hal kaya gitu.” lanjutnya.
dirta, masih menatap lurus ke arah abangnya—jihoon. sebenarnya, sebelum jihoon datang dirta sudah mengetahui semua hal yang disembunyikan oleh abangnya itu. ia tahu, bahwa pada nyatanya kehadiran dirta di dunia ini tidak diinginkan oleh kedua orang tuanya. bahwa pada nyatanya, ia dibuang oleh mereka.
alasan dirta tinggal bersama abangnya dan tidak berada di panti adalah karena abangnya yang baik hati ini. di umurnya yang masih sepuluh tahun, jihoon memutuskan hubungan keluarganya dan membesarkan dirta seorang diri—dengan bantuan saudara-saudaranya.
dirta kira, yang jahat adalah abangnya. namun ternyata, lelaki itulah yang menyelamatkannya, membesarkannya, seorang diri di umur yang masih belum cukup. dirta memang merasa bersalah karena sudah salah memahami abangnya, tetapi ia masih ingin mendengar penjelasan langsung dari jihoon.
“kenapa abang gak kasih tau aku?” jihooon semakin menunduk, tidak berani menatap ke arah adiknya itu. “abang, aku udah bukan anak kecil lagi. abang bisa kasih tau aku semuanya, aku janji gak bakal nangis..” tambahnya.
dirta berjalan menghampiri jihoon, membuka lebar-lebar tangannya yang meminta jihoon untuk masuk ke dalam dekapannya. “a-abang gg-gak ma-u k-kam-kamu se-dih d-dengernya..” pertahanan jihoon hancur ketika adik kecil yang ia sayangi itu memeluknya dengan erat.
dirta tersenyum, lalu mengusap air mata jihoon. “gapapa abang.. kan dirta punya abang di sini yang bisa nemenin dirta..” ujarnya.
jihoon pun menceritakan semua kepada dirta, yang membuatnya kembali mengingat bagaimana orang tua mereka memperlakukan adiknya itu. bagaimana sakitnya, ketika melihat bunda terus menerus memukul dan mencubit adiknya itu ketika ia menangis. ia pikir, bunda adalah malaikat. namun, pikirannya saat itu langsung berubah seketika.
ayah dan bunda jihoon, terobsesi dengan memiiki keluarga yang sempurna. mereka hanya ingin memiiki dua anak, yang terdiri dari anak laki-laki dan anak perempuan. karena dengan itu, mereka tidak perlu bingung ketika harus memberikan perusahaannya nanti—jelas kepada anak laki-lakinya pertamanya.
namun, ekspektasi mereka yang terlalu besar membuat harapannya terlalu tinggi. kecewa langsung nampak pada wajah ayahnya ketika dirta lahir. jelas sekali, ayah tidak menginginkan dirta. setelah adiknya dibawa pulang ke rumah, bunda sama sekali tidak ingin menyentuh dirta dan menyewa pengasuh untuknya.
bahkan, jihoon tidak diizinkan walau hanya bermain atau sekadar untuk bertemu dengan dirta. pembicaraan mengenai adiknya, merupakan larangan besar bagi keluarga hunggalika. seakan-akan, tidak ada yang ingin mengakui keberadaan bayi mungil itu.
hingga dirta berumur dua tahun, anak itu masih saja tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tuanya. dengan berbekal nekat dan nyali yang kuat, jihoon membawa adiknya pergi—sejauh mungkin dari orang mereka. walaupun pada akhirnya, ia harus merelakan mimpi terbesarnya.