his choice

—on the phone bold one (bunda) italic one (soonyoung)

sedari awal, soonyoung tahu, pada bahwasanya yang ia lakukan akan menyakiti seseorang atau pun beberapa pihak.

pilihannya untuk tetap menjalin hubungan dengan jihoon—yang ia tahu akan menyakiti bunda.

sebut ia egois. tetapi, ia tidak bisa memikirkan jalan yang lain. saat itu, ia tidak bisa membayangkan kehilangan jihoon dengan tidak memilihnya. walau ia tahu, akhir dari cerita mereka seperti apa.

mungkin juga, soonyoung merasa ia harus 'membalas' akan apa yang telah bunda lakukan kepada dirinya selama ini—dengan melakukan apa yang tidak ia sukai.

namun, setelah mengetahui apa yang sudah bunda alami.. lelaki sipit itu tidak tahu harus bereaksi seperti apa. pun, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

atau mungkin ia tahu, tapi enggan untuk melakukannya.

karena merasa, belum puas.

karena merasa, rasa sakit yang ia alami akibat perlakuan bunda terhadapnya masih sangat membekas. baik di hati maupun pikirannya.

tetapi apa yang harus ia lakukan ketika orang yang sedang ia perjuangkan, menolak untuk bertahan.

menolak, untuk memerjuangkan hubungan mereka bersama-sama.

hancur, rasanya.

pikirannya kosong seketika.

dengan lunglai ia mengirim pesan ke bunda, mengaku kalah dalam peperangan. melambaikan bendera putih, dengan luka di hatinya.

tring... tring...

itu bunda.

soonyoung pun menekan tombol hijau, menaruh telfon genggamnya di samping telinga. menunggu lawan bicara untuk memulai percakapan.

selama dua menit penuh, tidak ada yang berbicara. lelaki sipit itu pun tidak berniat untuk mematikannya.

“kamu sudah tahu sampai mana?”

suara wanita itu sedikit bergetar, diikuti dengan tarikan nafas dalam.

“... semua?”

kosong. tidak ada jawaban.

“kenapa bunda ga pernah cerita?”

“karena ga penting.”

kali ini, soonyoung yang terdiam. bingung membalas apa.

“kamu..”

lelaki sipit itu masih diam, menunggu sang bunda melanjutkan. “jihoon ...”

dug. hatinya seketika nyeri ketika mendengar itu. teringat kembali akan penolakan yang ia dapatkan.

soonyoung tersenyum kecut, “kenapa?”

“ayahmu minta maaf ke bunda.”

“...dia benar-benar minta maaf, bahkan hampir bersujud di hadapan bunda.”

terdengar dengusan kecil sebelum bunda melanjutkan, “bunda ... gatau harus bereaksi kaya gimana. karena di belakang dia, ada orang yang menjadi alasan kenapa bunda seperti ini.”

soonyoung menggigit bibirnya pelan, masih setia mendengarkan. “dia nunduk. ga berani untuk sekadar natap mata bunda. bahkan ketika bunda nampar dia sekali, dia masih berdiri tegak. walau pipinya basah sama air mata.”

“kenapa..”

“kenapa bunda merasa jadi orang paling jahat, di sini?”

kali ini, lelaki sipit itu memejamkan matanya. “kenapa dia ga ikut marah? ga ikut nampar bunda? kenapa, soonyoung?! kenapa?!”

“bunda..”

“tapi, soonyoung, kamu tahu?”

“haneul ... meluk bunda.”

“dia meluk bunda sambil berkali-kali bilang maaf.”

“bunda ... bunda harus apa, soonyoung? kenapa bunda jadi orang jahatnya padahal orang yang disakitin di sini adalah bunda..?”

sesak. hatinya sakit mendengar ibunya mengatakan itu dengan lirih.

di sebrang sana, bunda tengah memukul berkali-kali dadanya dengan tangis yang semakin kencang.

“... bunda?”

“kenapa ... kenapa dari sekian banyaknya orang, kamu tahu tentang hal ini, soonyoung..”

“kenapa kamu temui ayahmu padahal bunda sudah melarang..”

“kenapa soonyoung, kenapa..!”

“maaf, bunda. soonyoung minta maaf...”

tangisan bunda semakin kencang. yang juga mengundang air mata soonyoung turun perlahan.

jihoon benar. pada bahwasanya, bunda lah orang yang paling tersakiti di sini. bukan dirinya atau pun jihoon.

lelaki mungil itu pun juga berhasil menyadarkannya, kalau hubungan mereka akan tambah menyakiti bunda.

dan entah mengapa, soonyoung tidak mau itu terjadi.

bertahun-tahun soonyoung tinggal bersama bunda. tidak pernah sekali pun, ia mendengar tangisan bunda. bahkan, melihatnya bersedih.

yang selalu wanita itu tunjukkan adalah wajah kerasnya. kerutan di dahi setiap mereka bertemu, serta lantangnya suara wanita itu ketika berbicara.

bunda, berusaha terlihat menjadi kuat.

membangun dinding setinggi mungkin, agar tidak menjadi goyah dan hancur nantinya.

berusaha, untuk melindungi diri sendiri dari orang-orang yang berniat untuk menyakitinya—dengan menjadi sosok ibu yang keras.

bagaimana bisa.. soonyoung baru menyadari itu sekarang?

bunda pun melarangnya bertemu dengan ayah, bukan karena berniat memutus hubungan soonyoung dengan ayahnya sendiri. namun, untuk menutup rapat luka di hatinya.

karena bagaimana pun, bunda sudah berusaha untuk mengubur luka itu dengan usaha yang sangat besar. penuh pengorbanan.

jadi, tidak salah jika bunda tidak ingin anak satu-satunya itu bertemu dengan sosok yang sudah membuat luka sebesar itu pada dirinya

yang juga, akan membawa kembali luka itu ke permukaan.

kali ini, soonyoung tidak ingin membuat kesalahan yang sama seperti ayahnya.

ia tidak mau, membuat luka lagi di hati bunda.

karena bagaimana pun, bunda sudah sangat tersakiti selama ini. maka dari itu, soonyoung menyerah.

akan jihoon. akan kebahagiaan yang sempat ia kira akan selamanya.

“bunda.. jangan nangis.”

“soonyoung minta maaf karena udah nyakitin bunda.. soonyoung gatau, bunda. kalau sebenarnya, luka bunda sudah sedalam itu..”

“soonyoung gatau, karena bunda ga pernah cerita tentang luka itu. soonyoung minta maaf..” lelaki sipit itu menghela nafas berat.

“... dan, bunda. soonyoung bakal nurutin bunda dari sekarang..” lelaki itu mengigit bibirnya dengan kencang, hampir membuatnya terluka.

“soonyoung siap untuk dijodohin, bunda.”