will you?

⚠️ // mention of kiss

i'm glad you're coming. thank you, mogu.” ucap lelaki mungil itu yang masih menyibukkan dirinya dengan makanan di hadapannya.

semenjak mingyu datang menghampiri jihoon, lelaki itu tidak banyak omong. bahkan, sama sekali tidak menatap mingyu yang sedang dudup menatapnya sedari tadi. menyuap makanan, minum, dan menunduk.

mingyu tersenyum, “kalo mau nangis, nangis aja. gausah kalap makan sebanyak ini, nanti perut lo sakit, cil.” lelaki jangkung itu hafal sekali akan kebiasaan jihoon—makan dengan porsi banyak ketika suasana hatinya sedang sedih

yang diajak berbicara itu tidak menjawab. justru menaruh mangkuk mie yang tadi di hadapannya, menjadi di hadapan mingyu, “mending lo makan, temenin gue.” tandasnya.

mingyu pun tidak banyak bicara selain melakukan apa yang diminta oleh jihoon. sebut saja ia budak cinta atau yang biasa disebut juga bucin, tetapi jika jihoon sedang berada di fase seperti ini—mingyu tidak bisa apa-apa selain menurutinya.


“gue putus lewat chat,” ujar jihoon tanpa menatap mingyu. lelaki jangkung itu langsung diam seketika, mie yang sedang ia santap pun melayang di udara. “klasik banget, kan?” sambungnya.

“gue juga yang mutusin.”

ucapan jihoon barusan seperti bom. membuat jantung mingyu seakan-akan lepas dari tempatnya dan tentu saja—tersedak juga. “uhuk! uhuk!”

dengan panik, jihoon menuangkan segelas air putih dan memberikannya pada mingyu. lelaki itu pun langsung meminumnya dengan cepat dan menaruh di meja dengan keras. “KOK BISA?!” suara teriakan mingyu penarik atensi pembeli lainnya.

keplakan di kepala pun mingyu dapatkan, lelaki itu mengaduh kesakitan sekarang. “aduuh, cil?! sakit anjir gila lu ya?” jihoon hanya mendengus sebagai jawaban, malas menanggapi.

“tapi, serius? lo yang mutusin? kenapa..”

“karena emang pada dasarnya, harus begitu.”

but you love him, didn't you?”

“hm, but pamungkas said, 'if you love somebody gotta set them free' so i let him go, mingyu.”

lelaki jangkung itu mengernyitkan keningnya, “pamungkas siapa?” tanya nya dengan bingung, “ih, lo gatau lagu dia?” mingyu menggelengkan kepala, masih dengan kernyitan di kening.

“waktu itu sempet populer di tiktok, terus gue dengerin, eh enak. lagu indonesia, gu. coba deh dengerin.” lagi-lagi, mingyu menggelengkan kepala, “... gue ga ngerti bahasa inggris.” ucap nya.

jihoon pun hanya bisa menghela nafas berat, disertai dengan anggukan pelan. “oke, yaudah. gausah, oke? gausah.” lalu melanjutkan sesi makannya.

mingyu pun masih duduk di sana. menatap jihoon yang tidak ada berhentinya melaup makanan di hadapannya, seperi orang kelaparan—padahal hanya stres.

“cil, bahu gue tersedia kalo lo mau nangis lho.”

“gak perlu.”

ish si bocil. terus ngapain nyuruh gue ke sini nyamperin lo?”

“... buat bayarin makan?”

“sialan.”


dari kejauhan, mingyu bisa melihat betapa rapuhnya lelaki mungil itu. dari cara berjalannya saja, terlihat sangat tidak bersemangat.

jihoon itu anak yang periang, sebenarnya. dulu, sewaktu masa smp, mereka sering pulang bersama. biasanya akan pergi ke timezone atau juga ke kedai makanan langganan jihoon.

di perjalanan pun, jihoon akan melompat-lompat di setiap langkahnya. membuat jantung mingyu lompat setiap lelaki mungil itu ceroboh. namun, kali ini tidak begitu.

jihoon sepuluh langkah di depan mingyu. sengaja lelaki jangkung itu memberi jarak, karena ia tahu bahwa jihoon membutuhkannya. mingyu pun tahu, kalau sebenarnya jihoon sedang menahan tangisnya sedari tadi.

dan benar saja, di depan sana, jihoon berjongkok dengan badan yang bergetar. ia menangis. soonyoung lah yang menjadi penyebab dari tangisan itu.

dengan langkah yang pelan, mingyu menghampiri jihoon dan memeluknya, “nangis aja, mogu di sini, jihoon.”

mingyu tidak peduli akan banyaknya orang yang berhenti dan melihat mereka berdua, ada pula yang menanyakan kondisi jihoon dan ia balas dengan, “pacar saya ngambek, mas.” yang tentu saja mendapat pukulan pelan dari jihoon.

setelah kurang lebih sepuluh menit lamanya, jihoon akhirnya berhenti menangis. matanya yang sipit itu terlihat berkali-kali lipat lebih sipit sekarang. “kan, jadi jelek lee jihoon ini.” ujar mingyu sembari mengusap air mata jihoon yang masih tersisa.

lelaki mungil itu hanya diam, tetapi bibirnya maju dengan wajah ditekuk, “ngambek aja lo, cil, sama gue.” ucapnya sembari menjawil dagu jihoon

ish! nyebelin lo mah!” dengan cepat, jihoon bangkit dan berjalan meninggalkan mingyu. “tunggu aku dong, sayang!” pekik mingyu dengan nada gemulainya.

“JIJIK KIM MINGYU!”

“IYA, I LOVE YOU TOO!”


“bisa gak kita setel yang lain aja?” mingyu menolehkan kepalanya ke arah jihoon, merasa bingung dengan pilihan film yang akan ditonton mereka berdua malam ini.

mereka berdua sedang berada di rumah jihoon, mama jihoon sedang tidak ada di rumah dikarenakan sedang ada acara dengan temannya. maka di sinilah ia berada.

padahal, tadi niatnya hanya mengantar jihoon sampai di rumah dengan selamat. namun, di depan pintu bertemu dengan mama nya yang meminta untuk menemani jihoon di rumah.

“apaan sih? ini tuh bagus!”

“it's a fuckin pororo, jihoon.”

jihoon pun ikut menolehkan kepalanya menghadap mingyu. kini, mereka berdua bertatapan. “lo. jangan. hina. pororo. kesayangan. gue.”

situasi memanas, “lo. kaya. bocah. tau. gak. selera. nya.”

i don't care. you still love me anyway.”

mingyu yang mendengar itu pun memasang wajah tidak percayanya, “OKE? oke lo menang.” tandasnya.

setelah itu, mingyu pun beranjak dari sofa. namun, jihoon menahannya dengan cepat, “mogu mau kemana..”

“PIPIS. APA? MAU IKUT?”

lagi-lagi, jihoon menekuk wajahnya dan menghiraukan mingyu. lelaki jangkung itu pun terkekeh dan mengusak rambut jihoon, “pipis, sayang. kenapa? mau ikut?”

dan jihoon bertambah emosi sekarang. lelaki itu menendang mingyu dengan keras, “AW! JIHOON ASTAGA!” protes mingyu. namun, lelaki mungil itu justru memeletkan lidahnya dengan meledek.

“untung gemes lu, cil”

“HAHAHAHAHA YAUDAH SANA NTAR NGOMPOL”

“YAUDAH BENTAR”

hilangnya punggung mingyu di balik pintu, membawa kembali kesedihan yang sempat hilang tadi. jihoon tidak tahu mengapa, tapi air matanya tidak bisa berhenti.

lelaki mungil itu tahu, bahkan semua orang tahu. pada bahwasanya yang ia lakukan itu tidak salah—pada bahwasanya, memang sudah seharusnya jihoon melakukan itu sedari dulu.

namun, jihoon tidak menyangka kalau akhirnya akan semenyakitkan ini. padahal, ia melakukan hal yang benar.

“gue bilang lo bisa nangis di pundak gue, jihoon.”

lelaki mungil itu mendongak, matanya bertatapan dengan mingyu yang tengah menatapnya dengan sendu. tangan mingyu terangkat menuju kepalanya, lalu turun ke pipi dan menangkup wajah jihoon. “kenapa harus nangis sendiri, kalo lo punya gue?”

lelaki jangkung itu mengubah posisinya menjadi berjongkok. masih dengan tangannya yang berada di pipi jihoon, “gue ga masalah lo nangisin soonyoung di depan gue, jihoon. itu lebih baik daripada ngeliat lo nangis sendirian kaya gini..”

“sakit hati gue, cil. bukan karena lo nangisin soonyoung, tapi karena lo lebih milih nangis sendirian dibanding bersandar ke gue.”

i'm sorry.. i'm sorry, mogu.”

no, it's okay, jihoon. it's okay..”

pecah sudah tangisan jihoon. air matanya mengalir dengan sangat deras sekarang. namun, ia tidak menangis sendirian lagi—jihoon menangis di hadapan mingyu. bersandar di pundaknya.

“jangan merasa gaenak karena nangisin soonyoung di hadapan gue, cil. i'm okay.”

and yeah, i'll always love you. no matter what, cil.”

just ... don't, mogu. it will hurt you more than this.. don't love me, kay?.”

i don't care. lo bisa atur gue tentang apapun asal bukan perasaan gue.”

jihoon mengangkat kepalanya, kini terlihat jelas mata sembab dan pipi yang basah karena air mata. lagi-lagi, lelaki jangkung itu mengusapnya dengan tersenyum, “karena gimana pun, gue akan selalu jatuh cinta sama lo. walau berkali-kali lo nolak gue, cil.”

“tapi gue nyakitin lo..”

no? you don't. look, di sisi mana lo nyakitin gue? gaada kan? i'm okay, cil.” ujar mingyu sembari membuka lebar tangannya, bahkan menunjukkan semua sisi dari tubuhnya. “lagian ya, gue ada bpjs kok.”

sebenarnya, jihoon ingin sekali menggeplak mingyu. namun, ia tidak mempunyai tenaga untuk itu. akhirnya pun, ia hanya bisa tertawa karenanya. “gajelas lo, ah!”

suasana ruang keluarga itu menjadi lebih hangat sekarang, selain diisi dengan kartun pororo di tv, sekarang pun juga diisi oleh tawa mingyu dan juga jihoon. tidak lagi sesendu tadi.

“ji, can i kiss you?”

no.

“okay.”

jihoon pun tersenyum simpul, mengamit dagu mingyu untuk menatapnya, “ngga sekarang, ya? gue butuh waktu, mogu..”

walau masih dengan wajah yang menekuk, mingyu menganggukan kepalanya, “uhm, i know.”

“tapi, will you give me a chance?”

“hm”

“hm iya atau hm nggak?”

“hmm, gatau”

“lo udah berapa tahun suka sama gue?”

“sekarang tahun ketiga, mau tahun keempat. kenapa?”

“gapapa kan nunggu lima tahun lagi?”

“ji..”

“mau ga?”

“gatau ah.”

“yaudah empat tahun deh”

“satu.”

“tiga setengah tahun”

“satu.”

“tiga tahun”

“APAAN BERKURANG SETENGAH DOANG?”

“yaudah dua setengah”

“satu.”

“anjing lu YAUDAH SATU”

“bagus.”

“gue yang butuh waktu lu yang nentuin seberapa lama, aneh.”

“iya, i love you too

“halu, siapa yang bilang love you?”

“duh, lo secinta itu sama gue ya sampe ngomong dua kali?”

“orang sinting”