Kembali Ke Rumah.

satu menit, lima menit, sepuluh menit. tidak ada yang memulai percakapan terlebih dahulu, hanyalah suara angin yang sedari tadi berbicara dengan berisik. bahkan, menatap lawan bicaranya saja tidak. tidak berani, sebenarnya.

“mau ngomong apa?” jihoon menundukkan kepalanya, memainkan jari agar terlihat sibuk. “bentar, belum siap denger jawabannya.” balas soonyoung yang langsung menghela nafasnya.

sepertinya semua orang pun tahu, apa yang akan soonyoung katakan padanya. terlihat sekali, bahwa lelaki satu itu sangatlah gugup sekarang. nafasnya yang tidak teratur, kaki yang tidak berhenti bergerak, serta mata yang terus menerus melirik jihoon.

setelah seminggu tidak bertemu—kurang lebih—soonyoung tampak sangat berantakan sekarang. di bawah matanya terdapat lingkaran hitam yang cukup besar, pipi nya sudah tidak mengembung sebesar dulu, serta rambut dan bajunya yang tidak terurus. karena biasanya, jihoon lah yang menyisir rambut dan juga menyetrika baju milik soonyoung.

“jangan lama-lama, masih banyak kerjaan.” ujar jihoon.

benar juga, walaupun soonyoung mengambil cuti dari pekerjaannya—jihoon tidak begitu. lelaki mungil satu itu, akan melampiaskan amarah dan semua emosinya ke dalam pekerjaan. yang tentu saja akan membuat hasilnya menjadi lebih cepat diselesaikan, walaupun berakibat mempengaruhi kesehatannya. namun, soonyoung tidak bisa seperti itu.

ia menjadi teledor, datang tidak tepat waktu, dan juga selalu salah dalam mengingat koreografi yang sudah ia siapkan berbulan-bulan lalu. maka dari itu, ia memutuskan untuk mengambil cuti.

“jadi ngomong gak? kalo nggak, gue mau pulang.” tambahnya lagi dengan wajah yang terlihat kesal.

soonyoung menjadi tambah tidak berani. “ya .. yaudah kalo gitu pulang aja, ji. gapapa kok.” ujar soonyoung seraya memaksakan senyumnya.

tidak percaya. sungguh. jihoon sangat tidak percaya kalau lelaki di hadapannya sangatlah pengecut. “lo serius, ngomong gitu?” tanyanya yang masih tidak percaya.

hening menyelimuti mereka, sampai akhirnya soonyoung memberanikan diri menatap jihoon. “nggak, sini dulu gue mau ngomong.” balasnya.

padahal, jihoon sudah sangat bersiap untuk pergi dari sana. handphone serta dompet yang berada di meja sudah berniat untuk ia bawa kembali. “yaudah, ngomong.” jawabnya sembari mengalihkan pandangannya.

“tapi gue mau minta satu hal.”

jihoon mengernyit. “apa?”

“bisa, lo liat gue dulu sebentar? kangen.”

semburat rona merah mendominasi warna pipi jihoon sekarang, ia menjadi gugup. “ngomong aja sih, kenapa harus liat-liatan.” balas lelaki itu yang masih mengalihkan pandangannya.

soonyoung memajukan tubuhnya—walaupun dibatasi oleh meja—lalu menyentuh dagu mantan kekasihnya itu. “liat gue dulu, sebentaar aja.” pintanya.

tidak ada yang bisa dilakukan oleh jihoon, selain mengedipkan matanya berkali-kali dengan wajah terkejutnya—seperti orang bodoh. “... hah?” soonyoung terkekeh, gemes banget pikirnya.

“ish, soonyoung! kenapa ketawa?!” rajuknya dengan kesal.

jihoon malu, kesal, dan senang bercampur menjadi satu. rasanya ia ingin menenggelamkan dirinya di antartika sana, karena sungguh pipinya terasa sangat panas sekarang. entah, mungkin ia demam.

“jadi ngomong gak sih?” lagi, jihoon bertanya dengan nada kesalnya.

lawan bicaranya masih tertawa, masih merasa gemas dengan mantan kekasihnya itu. “jadi haha, marah-marah mulu sih?” balasnya sembari terkekeh.

dengan tampilan yang berantakan—menurut jihoon—bagaimana bisa, lelaki satu itu masih saja terlihat sangat mempesona? senyumnya masih saja membuat jantung jihoon berdetak lebih kencang dari biasanya. sentuhan yang ia berikan masih membuat hatinya bergejolak. lagi, bagaimana bisa?

argh, sial. ternyata gue sama sekali gabisa move on dari manusia satu ini. batin jihoon.

harusnya, ia masih marah kepada soonyoung dan tidak mudah untuk digoyahkan seperti ini. iya, harusnya. namun, entah mengapa hal yang berhubungan dengan soonyoung selalu membuatnya lemah. ia akan terus memaafkan soonyoung, apapun kesalahannya.

ia jadi ingat, pertama kali lelaki itu membuatnya menangis adalah saat barang kesukaannya tidak sengaja dirusak oleh soonyoung. walaupun pada akhirnya langsung digantikan dengan yang baru.

/prang/

“sayang … maaf ini punya kamu rusak sama aku … marah ya?”

bagaimana jihoon ingin marah, kalau kekasihnya bertanya dengan wajah memelas serta paniknya. “nggak, gapapa. udah kamu di depan aja, gausah dibenerin belingnya nanti luka.”

yang pada malam harinya, tentu saja jihoon menangis diam-diam di dalam studio.

jihoon adalah orang yang sangat sensitif, sebenarnya. ia mudah menangis, tetapi ia berhasil menyembunyikan fakta itu dari orang lain. hanya dirinya dan juga bunda yang mengetahui hal itu, karena ia tidak ingin dianggap lemah oleh orang-orang—termasuk kekasihnya sendiri.

“jihoon..?” soonyoung memanggil jihoon yang membuatnya terperanjat.

“hah? iya kenapa?”

soonyoung tersenyum kecil. “mikirin apa?” tanya lelaki itu penasaran.

“... nggak, gaada.” jawabnya ragu.

“yaudah, aku mau ngomong dulu. boleh minta perhatiannya sebentar?” lelaki itu tersenyum manis, manis sekali—bagi jihoon—yang langsung membuatnya mengangguk otomatis. “iya, boleh.”

“how's life?”

jihoon tersenyum kecil. “been good.”

soonyoung mengangguk, lalu mengambil nafas dalam-dalam.

“pertama, aku mau bilang makasih ke kamu. karena kamu udah dateng dan mau ketemu sama aku,-” soonyoung gugup, sangat gugup ketika membuka pembicaraan ini. kakinya masih saja tidak bisa diam, serta tangannya yang sedikit basah.

“-, mungkin, kalo kamu mutusin gamau dateng ke sini—ketemu aku—mungkin aku bakal bener-bener pergi dari kehidupan kamu.” bohong, lelaki itu tidak akan sanggup.

soonyoung mengadahkan kepalanya, takut menangis. “-, haha walaupun kayanya kamu tau, kalo aku gak bakal sanggup.” tambahnya.

jihoon, lelaki mungil yang berada di hadapan soonyoung saat ini masih diam. mendengarkan kata demi kata yang keluar dari orang yang pernah ia sayangi—mungkin masih—dengan seksama. ia tidak tega, melihat bagaimana soonyoung berusaha menahan air matanya. terlihat menyakitkan baginya.

“kedua, aku mau minta maaf. semua, dari awal sampai akhir—semua kesalahan yang udah nyakitin kamu.” kali ini, soonyoung tidak berani menatap kedua mata jihoon. ia merasa sangat bersalah. sangat.

lelaki sipit itu, baru saja mengetahui kalau sebenarnya—jihoon—banyak menangis karenanya. namun, jihoon berhasil menyembunyikan rapat-rapat rahasia itu.

“... dika?” tanya jihoon.

“jangan dimarahin! dia ngasih tau aku biar kita cepet baikan … katanya dia cape harus ngurusin kita berdua,” imbuh soonyoung dengan panik.

jihoon kembali mengangguk, menandakan untuk meminta lelaki itu melanjutkan. “ketiga, aku mau bilang makasih lagi—karena masih milih aku. kamu harus tau, kalo aku seneng banget pas dapet jawabannya.” ujar soonyoung dengan senyum kecilnya.

“dan terakhir,-”

“mau.”

“hah?”

soonyoung mengedipkan matanya berkali-kali. “aku mau.” ujar jihoon lagi.

jangan ditanya, sebenarnya lelaki sipit itu sangatlah senang sekarang. tapi di sisi lainnya, ia merasa khawatir—takut melakukan hal yang bisa menyakiti jihoon lagi kedepannya. “nggak, jihoon. aku ga minta kita buat balikan.” suaranya pelan, kepalanya menunduk dalam, sedangkan lawan bicaranya hanya bisa terdiam.

“maksud lo..?” memastikan, walaupun sebenarnya jihoon sudah mendengarnya dengan jelas.

soonyoung tersenyum, tapi bukanlah senyum yang jihoon sukai. yang ini, terlihat menyakitkan baginya. “kita … kayanya emang udah bener buat putus aja.” balasnya.

sia-sia. jihoon merasa sia-sia sudah merasa excited ketika ingin menemui lelaki itu, ia bahkan membeli baju baru. tidak hanya itu, jihoon bangun pagi-pagi sekali hanya untuk merapikan kamar dan studionya yang terlihat berantakan—untuk mereka pacaran nanti. tapi lihatlah, semua itu sia-sia.

lagi, bukan hanya itu. jihoon sudah memotong poninya yang terlihat memanjang—karena soonyoung tidak suka—sebelum ia berangkat. jihoon juga memakai parfum yang sangat soonyoung sukai dan sayangnya, semua sia-sia.

“haha”

“hahahaha.”

“oke.”

dengan itu, jihoon mengambil dompet serta handphone nya yang berada di meja. beranjak sesegera mungkin meninggalkan soonyoung yang masih meneriakkan namanya di belakang sana. sungguh, ia tidak peduli. mulai hari ini, jihoon sudah tidak peduli lagi.


entah sudah keberapa kali, dika menginjakkan kakinya ke studio jihoon. karena sebenarnya, laki-laki yang selalu dianggap rusuh oleh jihoon itu tidak pernah boleh masuk ke dalam. biasanya, ia hanya menunggu di luar karena ada soonyoung saat itu. tapi sekarang, sudah berbeda.

“gak mau makan lagi?” tanya dika ke manager jihoon yang terlihat sangat lelah.

roan—manager jihoon—hanya menggelengkan kepala, seraya menunjuk meja di ruang tengah.

di meja kecil sana, terdapat makanan cepat saji yang sama sekali belum tersentuh. bahkan, cola kesukaan jihoon masih utuh. bayangkan, jihoon tanpa cola. dika saja tidak pernah membayangkannya. “ji.” panggil dika.

tidak ada jawaban, lelaki mungil itu masih saja sibuk dengan lagu-lagu yang ia kerjakan. di sampingnya, terdapat tumpukan kertas yang ia yakini sebagai tugas kuliahnya. “jio.” lagi, dika masih berusaha mengambil perhatian sahabatnya itu.

jihoon yang terkenal dengan rapi, terlihat sangat berantakan sekarang. bahkan studio yang ia selalu jaga menjadi tetap bersih, terlihat seperti kapal pecah akibat perang. sampai kapan dika harus menghadapi dua sahabatnya itu?

“lo mau makan atau gue aduin ale?”

tangan yang bergerak di atas keyboard itu berhenti selama beberapa saat, lalu kembali menari di atasnya. “dia udah ga peduli. gausah repot-repot.” balas jihoon.

rasanya, dika ingin melempar handphonenya kepada jihoon yang memampangkan percakapannya dengan ale sedari tadi. jelas sekali, bahwa lelaki sipit itu masih sangat mengkhawatirkan jihoon. semenjak ia mengabari bahwa akan mengecek keadaan jihoon, soonyoung langsung menyerbunya dengan berbagai pertanyaan dan permintaan.

untuk kali ini, sepertinya dika tahu siapa yang salah. jelas sekali, jihoon. “lo tuh udah denger ale sampe selesai gak sih?” tanya dika.

“ngapain? udah jelas dia mau ngomong apa.”

selamat datang di narasi tatang badrul yang dimana kamu bisa menyaksikan ke-frustasian dika. kalau ia tahu, bahwa bersahabat dengan mereka berdua akan sangat seribet ini—dika tidak akan mau.

“kenapa ya, gue mau sahabatan sama lo berdua?”

“karena lo gapunya temen.” speechless. walaupun menang benar adanya.

dika menarik kursi yang berada di pojok ruangan, memutar kursi milik jihoon agar bisa menghadapnya. “ji, lo yakin habis ini gak nyesel lagi buat kedua kalinya?” jihoon hanya bisa menatap kosong, tidak berniat menjawab.

“lo tuh bucin tolol banget anjing, emosi gue.” terkutuklah kalian yang pacaran dan buat ribet sahabatnya padahal dia jomblo.

satu-dua tetes air mata kembali membasahi pipi milik jihoon. biasa, cengeng. “tuh kan ih anak aneeh malah nangis, gue nanyaa itu dijawaab. bukan malah lo tangisin gini aduhh.” omel dika yang sebenarnya panik. karena biasanya, saat jihoon menangis akan memicu penyakit asmanya. mau tidak mau, dika membawa jihoon ke dalam pelukannya. menepuk punggung lelaki mungil itu untuk menenangkannya.

“soonyoung tuh masih sayang sama lo.” ujar dika.

sebelum melanjutkan, dika melirik ke arah jihoon. “dia bilang gitu, karena belum siap buat balikan sekarang. katanya siih, dia mau perbaikin diri dulu.” tambahnya.

“ya tapi kenapa … apa gak bisa kita perbaikin dirinya tuh bareng-bareng aja gitu?” bibirnya terpaut, raut wajahnya semakin menyendu.

demi apapun, kalo mereka masih saling bucin begini kenapa pada milih misah dah anjiing gua heran banget capek ya Tuhan batin dika.

“dika … gue gamau liat soonyoung sama yang lain nantinya..” suara jihoon terdengar sangat sendu sekarang, membuat sahabatnya ingin ikut menangis. tidak tega.

sebenarnya, tidak perlu dijelaskan dika sudah sangat tahu bagaimana perasaan jihoon selama ini. lelaki mungil itu, sangat sangat mencintai sahabatnya. bertahun-tahun ia memerjuangkan soonyoung, hanya karena satu dua masalah tidak akan melenyapkan perasaannya begitu saja. “terus lo maunya gimana?” tanya dika.

jihoon mengadahkan wajahnya, dengan mata yang bengkak serta pipi yang basah. “lo mau gak, bantuin gue buat balikan sama si bego itu?” akhirnya, kata yang tidak pernah dika bayangkan keluar dari mulut jihoon hari ini. tanpa paksaan, dengan sendirinya.

dika tersenyum, tanpa menjawab lelaki itu mengeratkan dekapannya pada jihoon. sesekali memberikan kecupan serta tepukan di punggungnya—karena sebenarnya lelaki mungil itu masih belum selesai menangis. “iya, pasti.” dengan begitu air mata jihoon semakin deras, turun tanpa seizin dari empunya.


ruang latihan menari saat ini terlihat sangat mencengkam. dengan lampu yang tidak menyala dan hanya diiringi lagu kesukaannya dengan jihoon—soonyoung berada di sana. rambutnya basah karena keringat, bajunya terlihat sangat berantakan. lelaki satu itu beristirahat merebahkan tubuhnya dengan menaruh satu tangan di atas kepalanya.

“soonyoung?”

lelaki sipit itu terperanjat, duduk dengan tegak seraya menatap lelaki di hadapannya. “jihoon..? kok kamu ada di sini?” yang ditanya justru tidak menjawab, jihoon mempautkan bibirnya dengan mata yang berair.

“LO ANJIING KENAPA MILIH PUTUS AJA DARIPADA BALIKAN SAMA GUE?!”

“IYA TAU GUE GALAK, GUE ORANGNYA JUTEK, DAN NYEBELIN. TAPI LO TUH UDAH HIDUP BERTAHUN-TAHUN SAMA GUE HARUSNYA UDAH KEBIASA DONGGG SOONYOUNG ANJIING”

soonyoung hanya bisa diam, ketika jihoon menghampirinya sembari memukul keras dadanya. Terlampau keras, sepertinya. “hey, sakit sayang..” ujarnya seraya berusaha menangkis pukulan jihoon.

ah, muka jihoon masih kaya ikan pari.. Batin sooyoung.

dug

lagi, soonyoung dipukul kembali. namun, kali ini adalah kepalanya. “sayaang, sakiit. kamu belajar kasar dari siapa sih? mainnya sama dika terus kan di studio..” bukannya dikasihani, soonyoung justru kembali dipukuli. “lo tau gue ada di studio, ga pernah makan, ga keluar sama sekali, tapi ga nyamperin gue?” tanya jihoon.

soonyoung mengamit tangan jihoon, menggenggam serta mengelusnya perlahan. “Aku … gamau ganggu.” wajahnya terlihat sangat sedih sekarang, membuat jihoon tidak tega untuk memukulnya lagi—walau sebenarnya ia belum puas.

“aku mau duduk.”

“hm? Iya sini sampingku.”

“maunya dipangku.”

Tuhan, tolong ingatkan jihoon bahwa di luar ruang latihan ada sahabatnya—dika—yang masih menunggu dan mendengarnya di luar sana. “wah anjing, harusnya kaga usah gua iyain pas dia minta ditemenin..” itu dika, yang tidak sengaja mengintip ke dalam.

“JIHOON ANJING, GUE TINGGAL YAA!” itu masih dika.

“YAUDAH SANA, GUE MAU PACARAN.” dan ini jihoon.

sungguh, dika tidak membayangkan jawaban yang ia akan dapatkan adalah pengusiran. sepertinya tidak lagi-lagi ia membantu lelaki mungil itu. “YAUDAH YA JING GUE TINGGAAL!”

“BACOT MONYET SONO LO PERGI!”

soonyoung hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah mantan kekasihnya itu. “bilang makasih dulu, dong?” ujarnya.

Jihoon hanya tersenyum masam lalu menghela nafas. “DIKAA! MAKASIIH YAA!” lalu lelaki itu merebahkan tubuhnya di pangkuan soonyoung, mengalungkan tangannya di leher, dan memeluknya erat.

“yang kaya gini cuman dilakuin sama orang pacaran tau, ji.”

tidak ada jawaban, hanya ada cubitan di pinggang dan juga gigitan di lehernya. “heh, kamu vampir?” tanya soonyoung.

“abisnya lo ngeselin.”

hening menyelimuti ruangan itu, tidak ada yang memulai percakapan. hanya suara deru nafas masing-masing. “aku..” sebenarnya, niat jihoon menghampiri soonyoung karena ingin mengatakan semua yang ia simpan. tapi lidahnya terasa sangat kelu sekarang.

soonyoung hanya diam, menunggu dengan sabar sembari mengusap-usap punggung jihoon. “aku gamau..” kalimat yang ambigu sebenarnya, tapi soonyoung tahu apa maksud dari lelaki yang berada di pangkuannya ini.

Jangan lagi kau sesali keputusanku~ Ku tak ingin kau semakin 'kan terluka~

“lo mau matiin lagunya atau hp lo gue injek?”

gelak tawa soonyoung menggema di ruangan itu, bagaimana bisa tiba-tiba terputar lagu kerispatih di saat yang tepat seperti ini. “haha gamau wle.” lagi dan lagi, lelaki sipit itu terus menggoda jihoon. walaupun pada akhirnya ia mendapatkan jeweran di telinga.

“BERAKHIRLAH SUDAH SEMUA KISAH INI DAN JANGAN KAU TANGIII~SIII~LAAGIII~.” kali ini, soonyoung ikut menyanyikan lagu itu dengan dramatis. tangan kiri di dada, serta tangan kanannya yang berada di pipi jihoon. “SOONYOUNG ANJINGG IHH MATIIN GAAK!” itu jihoon.

wajah jihoon saat ini sangat lucu bagi soonyoung, dengan mata yang masih terlihat berair dan juga pipi yang merah. “cocok tau lagunya sama kita.” ujarnya sembari terkekeh.

mendengar itu pun, jihooon terdiam sembari merenggut. merasa tidak setuju dengan yang dikatakan lelaki itu barusan—ralat, sangat tidak setuju. “lo beneran mau putus?” tanya jihoon yang langsung membuat soonyoung menatapnya. “untuk sekarang, iya.” tandasnya.

“udah gak sayang sama gue?”

“masih, jihoon. masih dan akan selalu sayang sama jhoon.”

“terus kenapa ngelepasin? bukannya kalau sayang bakal dijaga teus-terusan? bukannya kalau sayang gak akan buat orang itu nangis? Bukan-” belum selesai jihoon melanjutkan pertanyaannya, soonyoung menangkup pipi milik jihoon.

soonyoung tersenyum seraya menatap kedua mata jihoon. “itu, jihoon. kalau sayang, aku gak akan buat kamu sedih. tapi pada nyatanya, aku selalu buat kamu sedih.” lirihnya.

“-, kalau lebih dari ini, aku bakal nyakitin kamu. aku gamau kamu nangis dan alasannya adalah karena aku, jihoon. we do love each other, but we also hurt each other.”

“-, emangnya kamu mau kalau kita kaya gini? Kalau aku engg-”

kali ini, jihoon yang memotong omongan soonyoung dengan mencuri kecupan di pipi lelaki itu. “selama itu kamu, aku gak peduli.” tandasnya.

benar adanya jika soonyoung membuatnya menangis. tapi, itu karena dirinya yang terlalu sensitif dan jihoon sangat membenci sifatnya yang satu itu. sangat benci. “aku nangisin kamu cuma tiga kali. jadi, kamu gak salah.” ujar jihoon.

“jihoon.. dengerin aku dulu ya?”

tidak ada hal yang lebih menakutkan—bagi jihoon—selain kehilangan orang yang sangat ia sayangi. baik orang tuanya maupun soonyoung, ia tidak ingin kehilangan mereka. tidak ingin ditinggal dan tidak akan pernah siap untuk ditinggal. “kamu masih kekeh minta putus, aku nangis sekarang.” ancamnya.

berhasil. soonyoung langsung menutup rapat-rapat mulutnya. lelaki satu itu sangat tidak suka melihat jihoon menangis, apalagi alasannya karena dirinya sendiri.

“aku gamau putus.. jadi udahan ya bahasnya?”

“kan kamu yang mutusin duluan..” hening. jihoon tidak menjawab. “lain kali, kalau ada masalah lagi yang diselesaiin masalahnya, ya? hubungan kita kan gak salah apa-apa, okay?” ujar soonyoung seraya membenarkan poni milik jihoon. “kamu potong poni?” jihoon kembali merenggut, merasa kesal mengingat alasannya memotong poni. “haha kenapa bibirnya maju gitu?” tanya soonyoung meledek.

jihoon yang masih berada di pangkuan lelaki itu pun langsung menyembunyikan wajahnya di ceruk leher soonyoung. “aku motong pas kamu minta ketemu … aku kira kamu bakal suka, ternyata malah minta putus..” lirihnya.

soonyoung termangu. “... cantik.” pujinya.

satu pukulan di dada didapatkan oleh soonyoung, jihoon malu rupanya. “apaan sih … sampis” ujarnya.

“jihoon.”

“hm?”

“maaf ya? udah buat kamu nangis.”

jihoon berdeham pelan, lalu mengangguk. “hm, maaf juga udah childish dan mutusin kamu..”

“habis ini jangan putus lagi, oke?”

“hm baweel, aku ngantuk mau bobo.”

soonyoung terkekeh, lalu menepuk pelan punggung jihoon. “yaudah tidur dulu, nanti aku bangunin.”

sebelum lelaki mungil itu benar-benar terbang ke alam mimpi, ia mendongak dan mencuri ciuman dari kekasihnya. “love you.”

soonyoung memanglah sangat bahagia saat ini, tapi tidak bisa menghapus sepenuhnya hal-hal yang ia khawatirkan. ia masih takut, akan kembali menyakiti jihoon lagi. akan kembali membuat lelaki mungil itu menangis karenanya.

namun, satu hal yang kali ini ia tanamkan adalah tidak akan lagi membuat orang yang ia sayang menangis. tidak ada janji, karena ia akan melakukannya sepenuh hati.

“aku sayang banget sama kamu, ji. makasih udah mau maafin aku.”

jihoon yang masih belum tertidur sepenuhnya hanya bisa tersenyum kecil, menyembunyikan wajahnya lebih dalam ke ceruk leher sooonyoung. kalau saja dika melihat ini, sudah dipastikan bahwa lelaki satu itu akan meledeknya habis-habisan.

tak lama, terdengar sebuah lagu nina bobo yang diputar. sudah dipastikan kalau pelakunya adalah soonyoung. “.. ganti lagu atau aku gigit lagi leher kamu?” ancam jihoon setengah sadar.

soonyoung terkekeh. “kok masih bangun? tidur lagi aja.”

“aaa soonyoungg.. ganti lagunyaa” rajuk jihoon.

mau tidak mau, lelaki sipit itu mengalah sembari mengganti dengan lagu lainnya. “iyaa maaf yaa, tidur lagi sini aku pukpuk.” imbuh soonyoung.

sore itu, soonyoung harus merasakan keram pada kakinya karena berjam-jam memangku kekasih mungilnya. tetapi, melihat wajah tertidur jihoon adalah hal yang paling ia sukai. jadi bukanlah masalah besar baginya, selama ia bisa melihat wajah jihoon walaupun kakinya tidak bisa bergerak.

mereka kembali ke kostan jihoon saat jam menunjukkan pukul delapan malam. tidak banyak yang dilakukan selain bermanja dan saling memberikan afeksi semalaman penuh.