about them.
nyam nyam nyam
“... kenapa sih lo liatin gue gitu banget?” jihoon yang tengah menggigiti sayap ayam itu pun berhenti. menatap sinis ke arah mingyu yang sedari tadi menatapnya tanpa henti, berpangku dagu dengan memasang senyum bodoh andalannya.
lelaki jangkung itu terkekeh, mengusak rambut jihoon dan beranjak dari duduknya, “ish, dasar orang aneh!”
mingyu—atau yang kerap dipanggil mogu—sedang berdiri di samping pantry, menuang dua gelas cola sembari sesekali melirik ke arah jihoon. beneran aneh ni orang batin jihoon.
sepertinya kesabaran lelaki mungil itu telah habis, karena di detik mingyu mendudukkan dirinya di samping jihoon—jihoon menodong mingyu dengan tulang ayam.
“mata lo nih, kalo ga berhenti liatin gue masang muka mesum gitu GUE COLOK MAKE TULANG AYAM, MAU?” namanya juga mingyu, bukannya takut, lelaki itu justru tertawa terbahak-bahak.
pada akhirnya, jihoon menyerah. karena mau seberapa besar usahanya untuk terlihat galak di depan mingyu, lelaki itu akan terus menganggapnya seperti panda yang marah. buntalan yang menggemaskan. “ish! nyebelin banget sih lo?!” gerutu jihoon.
lagi-lagi, mingyu tertawa kencang. namun kali ini, sembari memegangi perutnya yang dimana semakin ia tertawa, akan semakin sakit. “cil, HAHAHAHAHAHAHAHA ADUH..” menyebalkan sekali, bukan?
hilang sudah nafsu makan jihoon, dengan kesal lelaki mungil itu melempar tulang ayam—yang ia todong pada mingyu tadi—ke dalam kerdusnya lagi. setelah itu, ia beranjak dari duduknya dan pindah ke kursi yang lain. intinya, menjauhkan diri dari sosok yang bernama kim mingyu.
bertahun-tahun berteman dengan mingyu, ada kalanya membuat ia bersyukur dan ada kalanya ia merasa sangat ingin membuat lelaki jangkung itu menjadi kerdil dalam satu detik. yang tentu saja, jihoon lebih sering merasakan ingin membuat mingyu menjadi kerdil. tiap saatnya.
mereka bertemu pertama kali saat masih duduk di bangku sekolah dasar. bukan pertemuan yang menyenangkan bagi jihoon, tetapi kenangan yang akan selalu mingyu ingat dan ia simpan baik-baik.
saat itu, mereka diminta untuk baris di depan kelas, mingyu menjadi ketua. hal yang ia lakukan sebelum masuk kelas adalah menghitung anak murid dan menyiapkan barisan. namun, setiap kali ia menghitung selalu kurang satu dalam hitungannya.
padahal, jika wali kelasnya yang menghitung, jumlahnya sudah sesuai dengan anak per-kelasnya. tentu saja, mingyu akan tetap menjadi mingyu, lelaki jangkung itu terus menghitung sampai berpuluh-puluh kali, hingga semua orang mengeluh bosan dan lelah.
pada hitungan ke-32, akhirnya ia menghitung dengan benar. karena kali ini, ia menghitung satu kepala yang hilang sedari tadi, “nah, anak-anak, sekarang masuk ya!” titah wali kelasnya—bu lala—sembari memasang senyum terpaksanya.
satu persatu anak pun masuk ke dalam kelas, tapi karena mingyu adalah ketua, lelaki itu akan masuk di barisan paling belakang. saat itulah mereka bertemu. jihoon—lelaki mungil yang sedaritadi memakai jaket, topi, dan juga masker.
“hei, kamu kan pendek, kenapa ada di belakang? terus kenapa make jaket dan masker terus menerus? apa kamu tidak gerah? aku saja gerah sekali karena upacara tadi, nih liat keringatku sudah membasahi seluruh baju!” benar-benar bukan kesan pertama yang bagus. karena setelah mingyu berbicara, jihoon jatuh pingsan.
hari itu sebenarnya jihoon sedang demam. namun, karena hari pertama sekolah, ia memaksakan untuk masuk dan mengikuti upacara. tetapi siapa sangka, kalau ia akan berdiri kurang lebih 15 menit lamanya hanya untuk masuk kelas?
sudah begitu, ia dicecar pertanyaan oleh ketua kelasnya yang sangat menyebalkan itu. bagaimana ia tidak tumbang, bukan?
namun, sejak saat itu jihoon selalu ditempatkan di barisan paling depan. kalau mingyu melihat jihoon berada di belakang, lelaki itu akan menarik jihoon dan menempatkannya di barisan paling depan. sungguh merepotkan.
sejak saat itu pula, sosok yang bernama kim mingyu ini akan mengikuti jihoon kemana pun ia pergi. orang-orang bahkan menyebut mereka seperti tokoh kartun yang berasal dari malaysia itu
“sumpah kim mingyu, awas aja! gue aduin ke mama lo abis ini.” gerutu jihoon sembari mengotak-atik komputernya.
kali ini, mingyu berhenti tertawa, “aduin aja, paling chat lo ga dibales sama mama. doi kan orang sibuk banget.” balasnya.
jihoon terdiam, merasa salah berbicara. “makanya kan, mama baru tau kalo orang yang gue suka itu elo. padahal yaa, kita udah deket dari sd.” tambahnya.
“eh tapi, mama juga gatau sih temen sd gue siapa.” jihoon lupa, kalau topik 'ibu' adalah topik yang cukup sakral untuk dibahas, terutama mama mingyu.
dengan perlahan, jihoon membalikkan kursinya dan menatap mingyu, “i'm sorry... gue ga maksud bahas mama lo..” lirihnya.
mingyu tersenyum, menghampiri jihoon yang tengah menunduk dan memainkan jari jemarinya. “gapapa, cil. kenapa lo selalu minta maaf tiap bahas mama gue, sih?” ujarnya sembari terkekeh. lelaki jangkung itu tengah berjongkok di hadapan jihoon sekarang.
“gue ... itu ... ngerasa gaenak aja” lagi-lagi mingyu tersenyum, bangkit dari posisinya dan mengusak pelan rambut jihoon, “udah ah, gapapa. santai aja cil, sama gue mah.”
mingyu pun berjalan menjauh, kembali duduk di sofa dan menyamankan diri di sana, “nah, sekarang gue mau denger lagu kelima buatan lo.” ujarnya
karena kunjung tak mendapat jawaban, mingyu berdeham. “halo, atas nama lee jihoon boleh saya minta perhatiannya?” yang dipanggil pun terkekeh, “gajelas lo.”
mingyu bersedekap dada, “ayo, cepat! gimana sih kan lagu kamu bakal diserahin ke pusat jam 3.” ucapnya sembari sok melihat jam tangan, “apaan, yang denger lagu gue dari dulu cuman lo doang.”
“bagus, keep it that way, oke?” dan lagu kelima yang berhasil jihoon selesaikan memenuhi ruangan studio itu. dari nada, melodi, dan suara jihoon yang merdu selalu membuat mingyu ingin memberikan sepuluh ibu jari untuknya.
mingyu merasa bangga menjadi satu-satunya yang mendengar lagu buatan jihoon, bahkan menemaninya dari awal. untung saja, dulu laptop ayahnya mempunyai aplikasi garage band yang bisa membuat lagu.
dan juga untung saja, kerja kelompok pada saat itu menggunakan laptop ayah mingyu. kalau tidak, mungkin jihoon tidak akan menemukan bakatnya.
kalau ditanya bagaimana bisa jihoon membuat lagu dari aplikasi itu—padahal jihoon sama sekali tidak mengerti bagaimana cara kerjanya—jawabannya hanya Tuhan dan jihoon yang tahu. intinya, semua ini karena keingintahuan jihoon yang sangat besar.
mingyu hanya berharap, semoga suatu saat jihoon berani untuk menunjukkan karyanya pada dunia. walau sebenarnya mingyu hanya ingin dia yang tahu, tapi terasa tidak adil jika karya sebagus ini, tidak mendapat apresiasi yang sepantasnya.