the feelings.
lelaki mungil itu menghela nafas, sesekali memeluk dirinya untuk menghangatkan diri. duduk di bangku kayu rooftop rumahnya pada pukul 11 malam ini, cukup membuatnya kedinginan.
namun, ketika ia mendengar langkah kaki menaiki tangga, jihoon dengan segera mungkin menghampiri seseorang itu. senyuman manis tercetak di wajahnya, tangan lelaki itu terbuka lebar, meminta jihoon masuk ke dalam pelukannya.
“brr dinginn, kamu mau aku buatin hot choco gak, kak?” tanya jihoon.
soonyoung—yang masih melepas sepatunya di depan pintu—menggelengkan kepalanya, “nggak usah, sayang.”
mendengar jawaban itu, jihoon—yang berada di dapur—menyembulkan kepalanya untuk mengintip, “ish, kamu gak kedinginan apa gimana? kulit badak, ya?” gerutu lelaki mungil itu.
soonyoung terkekeh, lalu menghampiri jihoon dan memeluknya dari belakang. sesekali, lelaki itu mengecup pipi gembil kesukaan soonyoung. setelah itu, ia mengistirahatkan kepalanya di pundak kekasihnya itu.
“kamu kenapa?” tangan kiri jihoon yang bebas, mengusap pucuk kepala soonyoung, “istirahat di sofa situ lho, kak. aku buatin teh aja, ya?” dan lagi, soonyoung menggelengkan kepalanya. justru sekarang lelaki itu mengeratkan dekapannya pada jihoon.
lelaki mungil itu bingung, sangat bingung. sebenarnya ia merasa curiga kalau ada yang berbeda dengan kekasihnya. namun, melihatnya seperti ini membuat kecurigaannya sedikit menguap, walau tidak sepenuhnya hilang.
jihoon mengusap pelan tangan soonyoung yang berada di perutnya, “ini dilepas dulu bisa gak, kak? aku susah gerak jadinya..” tanya jihoon, yang tentu saja dibalas gelengan kepala.
lagi-lagi, jihoon menghela nafas berat. dengan terpaksa, ia berjalan menuju rak penyimpanan dengan soonyoung di belakang yang terus menempelinya. sedikit berat, tapi bagaimana lagi bukan? kekasihnya satu ini, agak keras kepala.
lelaki sipit itu terkekeh, “aku kaya tuyul yang nempelin kamu..” ucapan soonyoung membuat jihoon berhenti sejenak, mengambil sendok, lalu memukulnya pelan dengan itu, “aww! sakit, sayang..” jihoon tidak peduli, kembali melanjutkan kegiatannya yang terhenti tadi.
“kak, tadi kamu bilang mau kesini karena mau mastiin sesuatu, kan? mastiin apa?”
soonyoung yang sedang menyesap teh buatan jihoon pun tersentak. melirik lelaki mungil itu, yang juga sedang melirik ke arahnya. dengan perlahan, lelaki sipit itu pun menaruh kembali cangkirnya.
sunyi. soonyoung masih tidak menjawab pertanyaan jihoon—yang membuat pikiran lelaki mungil itu tambah berkecamuk, “kamu gak mau jawab aku, kak?”
bukannya menjawab, soonyoung justru menundukkan kepalanya, menggigit bibir, dan menghela nafas berat. terlihat sekali bahwa ia tengah menghindari pertanyaan tersebut.
jihoon pun sedari tadi memang diam, tetapi ia memperhatikan semua gerak-gerik kekasihnya, dan menandakan bahwa lelaki itu sedang gelisah sekarang.
menyerah. soonyoung tidak kunjung memberinya jawaban. maka dari itu, jihoon bangkit dari duduknya dan berjalan ke kamar. meninggalkan soonyoung yang menatap punggungnya menjauh.
lelaki mungil itu sudah berada di kasur, tidur dengan pulas dengan selimut yang berantakan.
soonyoung memperhatikan dari jauh—di ambang pintu—melihat kekasihnya menggaruk perut yang membuat kaus digunakan oleh lelaki itu tersingkap ke atas, memperlihatkan perut mungilnya yang menyembul.
senyuman simpul tercetak di wajah soonyoung, ia berjalan mendekat, dan duduk di tepi kasur. membenarkan kaus jihoon, lalu menarik selimut untuk menutupi lelaki mungil itu sampai dada.
kekasihnya terlihat sangat lucu sekarang, dengan badan mungil yang ditutupi oleh selimut itu, membuat jihoon seperti lemper. sangat lucu.
“masih ada, jihoon. masih ada.” lirihnya sembari membenarkan poni yang menutupi mata jihoon.
soonyoung menelusuri bentuk wajah jihoon. wajah yang mungil itu membuat telapak tangan soonyoung terlihat besar ketika sedang menangkup wajah jihoon, mata nya yang sipit namun cantik itu selalu membuat soonyoung jatuh hati, kerutan halus yang membentuk ketika lelaki itu tersenyum juga selalu memikat soonyoung.
tahi lalat yang berada di bawah matanya, juga selalu membuat fokus soonyoung teralihkan. bahkan, ketika lelaki itu tersenyum—walau terlihat seperti ikan pari—bagi soonyoung adalah pikatan tersendiri. intinya, tidaklah mungkin perasaan soonyoung hilang begitu saja.
ia percaya, pada bahwasanya ia hanyalah bosan sementara dengan hubungan mereka yang hampir menginjak umur dua. karena sebelumnya, soonyoung tidak pernah menjalin hubungan sampai bertahun-tahun lamanya. paling lama hanya setengah tahun, itu pun bukan dia yang memutuskan hubungannya.
maka dari itu, soonyoung memutuskan untuk ke rumah jihoon. selain memastikan perasaannya masih ada, ia juga ingin menghabiskan sisa waktu di kota ini hanya berdua dengan kekasihnya. tanpa omelan bunda, hanya berdua.