What's happen with him?

nunew berjalan lunglai ke tempatnya ia duduk tadi, sudut bibirnya terasa sangat perih sekarang. “sial, muka gue gak ganteng lagi kan!” protesnya kepada angin. karena dilihat dari sudut mana pun, meja nomor 21 itu sangatlah kosong. tidak ada satu pun orang selain nunew—tentunya yang menduduki tempat tersebut.

sebenarnya, bukan tidak ada yang ingin menemani lelaki manis itu di sana. hanya saja, nunew memang tidak mengizinkan siapa pun untuk duduk di sana—kecuali, jika nunew yang mengajaknya terlebih dahulu. namun, jarang sekali lelaki itu membawa seseorang ke tempatnya.

terlebih lagi, terdapat tiga bodyguard dengan tubuh tegap tegak yang berada di sekeliling lelaki itu. dari semenjak pertama kali nunew menginjakkan kaki di bar ini, bodyguard itu tidak pernah beranjak dari sisi nunew.

padahal, bukan sekali dua kali lelaki manis itu mengusir mereka. tetapi mereka tidak mendengarkan sama sekali, bahkan mereka menyamar hanya untuk menjaga nunew. maka dari itu, sekarang ia sudah menyerah dan membiarkan bodyguard itu berada di sekitarnya dengan jelas.

“zee! lama gak gue? sorry ya.. hari ini rame banget gue kelimpungan. eh bentar kok lo gak mesen minum sih? MAS! tequila satu ya, sama apa? eh zee, lo mau apa?”

“wedang jahe”

“ngaco!”

lelaki itu terkekeh, “es jeruk aja, mas. makasih, ya.” ujarnya seraya tersenyum.

nunew menyipitkan matanya, berusaha memfokuskan mata terhadap pemandangan di hadapannya saat ini. bukan, bukan kepada si pemilik bar—james—tetapi dengan lelaki yang berpenampilan sangat casual, bahkan terlampau casual. ia memakai celana pendek.

sebenarnya wajar saja untuk memakai celana pendek, tetapi lelaki itu memakai boxer, kaos tipis hitam, dan juga topi putih yang menutupi bagian atas kepalanya. “alsan.”

“yes, sir?”

“can you... find out about the guy over there? he's kinda interesting”

“that guy? he's the owner of this bar, sir.”

nunew mendengus, “no, not that one. the other one, who's wearing a boxer.”

that one...? i'm sorry sir, i don't know. saya sepertinya baru kali ini melihat dia, tapi dilihat dari pakaiannya.. saya rasa, jangan dia, sir.

“why, tho?”

“just, not that one.”

kesal, lelaki itu beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah meja billiard. mengambil stick dan melebur ke dalam permainan bola kecil itu. biasanya, jika mood nunew sedang berantakan, billiard lah yang bisa mengembalikannya. “ah, shit! lo mainnya gak bener, tau gak!” seru nunew kepada lawan mainnya.

merasa tersindir—alex pun menatap nyalang ke nunew, “heh tuan muda bau kencur, elo tuh yang ngalangin gue main!” habis sudah kesabarannya hari ini, dengan segera ia mencengkram kerah baju alex.

“jangan. panggil. gue. tuan. muda.” ujarnya dengan menekan setiap kata. lalu, nunew menjatuhkan tubuh alex dan membanting stick billiard tersebut ke mejanya hingga patah. “WOI SIALAN ITU STICK KESAYANGAN GUE! banci lo pake kabur, GANTI DULU WOI BANGSAT!”

dengan cepat ia membalikkan tubuh dan menghajar alex dengan pukulannya. ”jangan kan itu stick! HARGA DIRI LO SINI GUE BAYAR!” seru nya yang kemudian menendang meja billiard tersebut dan meninggalkan bar itu.

“gila.. rude banget.”

“iya ih parah, pantes bokapnya kabur”

“gue sih juga ogah ya serumah sama orang tempramental kaya gitu.”

“orang kaya kok gitu banget ya, parah.”

“zee?? hello? zee pruk panich!” panggil james sembari melambaikan tangannya di hadapan zee. lelaki itu sedari tadi memasang wajah bengongnya semenjak kejadian ribut-ribut tadi.

“h-hah?”

james mendecak, “ini lo jadi tanda tangan gak sih? kalo emang masih gak yakin gapapa, gue bisa cari yang lain.” jawabnya menjelaskan lagi.

“ini ... jadi”

james mengangguk dan memberi lelaki itu bolpoinnya, “nih tanda tangan di sini aja.” tandasnya yang dibalas anggukan olehnya.

by the way, itu.. tadi siapa?”

kekasih net itu mengernyit bingung, “siapa? yang dihajar atau yang banting stick billiard?” zee berdeham, “... yang banting stick”

lelaki itu mengerjapkan mataya berkali-kali, memastikan pendengarannya. “gila??? after all these years lo nanyain seseorang ke gue?”

zee mendegus, “nanya doang, j.”

james menganggukkan kepalanya seolah mengerti, lalu mendekatkan dirinya pada zee, “mau tau banget ... atau mau tau aja?” bisiknya kepada lelaki itu yang tentu saja dihadiahkan pukulan di kepala lelaki itu.

“wiss, santai dong, bro?!” james tertawa, “lagian ya, kata gue jangan dia, zee. anaknya agak bermasalah tau, liat aja tuh barusan kelakuannya.” ujarnya yang dibalas tatapan bingung oleh zee

“tapi itu bukannya biasa ya? i mean, di bar kaya begini orang berkelakuan gitu tuh, biasa kan?” tanya zee. james mengangguk sebagai jawaban, “iya, emang biasa. tapi ini tuh bukan sekali dua kali, lo liat aja dia sampe punya tiga bodyguard—tapi gak ada yang hentiin dia ngehajar pelanggan gue? tapi baik sih anaknya”

lagi, zee dibuat tambah bingung dengan kalimat terakhir. “gimana sih, jadi dia anak baik-baik atau anak gak bener?” dan james pun tertawa mendengar itu, “eh? hahaha iya ya.. tapi beneran baik kok. dia tuh, apa ya..? cuman kurang kasih sayang, zee. tadi denger kan yang lain ngomongin dia? iya, bokapnya ninggalin dia.”

“terus ibu nya?” entah mengapa, rasa penasaran zee meningkat dengan pesat terhadap lelaki itu. rasanya, ia ingin terus menggali fakta tentangnya. zee ingin mengenal lelaki itu lebih dalam. setelah bertahun-tahun, akhirnya ia merasakan itu, lagi.

james menyipitkan mata, “lo tuh.. kenapa ya hari ini?” tanyanya yang membuat sang empu gelagapan, “g-gini gimana? gue nanya aja padahal.” elaknya sembari menyesap es jeruk pesanannya tadi.

“nggak, zee. lo tuh beda hari ini. kenapa lo pengen tau tentang cowo tadi? kaya, di antara kita berempat, lo tuh paling gak peduli sama sekitar. and here we are, lo nanya terus-terusan tentang si pembuat onar di bar gue. just, why, zee pruk panich?”

jangankan james, zee pun tidak tahu mengapa ia melakukan hal itu. tidak pernah dalam hidupnya—setelah kejadian itu—ia peduli dengan lingkungan sekitarnya. bahkan, walaupun itu adalah temannya sendiri, ia tidak ingin ikut campur.

benar juga kata james, ada apa dengannya hari ini?