Yang Ditinggal

matahari mulai mengintip ke dalam, berusaha mencari celah dari sisi jendela untuk masuk dan membuat empunya terbangun. jari jemarinya bergerak ke sana kemari, perlahan kelopak mata mulai terbuka dan menyesuaikan dengan cahaya.

tidak. semalam, lelaki itu tidak bisa tertidur dengan tenang. sepertinya untuk hari ini, akan ada lingkaran hitam yang bersarang di bawah matanya. bahkan rambut yang biasanya rapi saat bangun tidur, terlihat sangat berantakan karena semalaman ia jambak-jambak. stress, mungkin.

kakinya ia seret menuju kamar mandi, mengambil sikat gigi beserta pastanya. menggosok giginya dengan malas, lalu beralih mencuci mukanya yang terlihat sedikit kusam. selesai, ia terlihat lebih baik sekarang.

semalam, ia berencana untuk membuat protes kepada tetangga barunya. karena selama ia tinggal di kostan ini, tidak ada satu pun yang tidak menghormati lagu kebangsaannya seperti itu. bahkan yang tertua dari mereka pun—bang arya—akan membiarkannya menyetel lagu itu seharian.

matanya melirik ke arah jam dinding, bagus, masih menunjukkan pukul 8 pagi. yang berarti ia masih mempunyai waktu 4 jam untuk berangkat kerja, ia putuskan untuk mandi nanti saja. uyon—lelaki itu, mengambil cardigan kesayangannya dan berjalan menuju keluar. berencana menghampiri tetangga sebelah.

cklek

terpaku, keduanya diam di tempat. ternyata, tetangga barunya itu terlihat sangat mungil. uyon baru pertama kali melihat lelaki semungil dan semenggemaskan ini, entah mengapa, ia tidak ingin memarahi lelaki di hadapannya.

uyon jadi menyesali keputusannya untuk menunda mandi, pasti ia terlihat seperti gembel di depan manusia lucu satu ini. sedikit, ia menghirup wangi badannya. untung sekali, tidak tercium aroma apapun. pandangannya ia alihkan kembali ke lelaki itu, menunggunya untuk berbicara terlebih dahulu.

ah, gimana bisa ada cowo selucu ini? batinnya. sangat terpesona dan memuja

“oh, jadi elo yang ditinggal nikah?”

sial, kata keramat yang selalu membuat emosinya naik ke ubun-ubun. pertanyaan yang selalu membuatnya ingin menangis kembali jika diingat-ingat, karena hal itu lah yang membuatnya menjadi seperti ini. “gaada urusannya sama lo, kecil.”

lalu uyon membalikkan tubuhnya, berencana untuk kembali ke kamar. tidak sampai lelaki kecil itu membuka kembali mulutnya.

“lain kali, kalo gagal move on itu jangan nyusahin orang, mas.” begitu katanya, lalu terdengar langkah kaki yang mulai menjauh.

sekarang, uyon jadi tidak tahu harus berlaku seperti apa. di sisi lain, ia sangat mengagumi lelaki itu. tetapi di sisi lainnya, mengapa ia sangat menyebalkan? tidak bisa kah menaruh simpati sedikit? ah, ia sangat kesal sekarang.

harus apa ia dengan tetangga barunya itu?